RSS
English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

BUNGA BANGKAI DAN RAFFLESIA TAK SAMA

Beberapa hari yang lalu, saya melihat beberapa kali tayangan berita yang sama di sebuah stasiun televisi yang mengabarkan tentang tumbuhnya Rafflesia di depan halaman rumah. Saya tahu bahwa hal itu memang fenomena yang cukup mengesankan mengingat siklus hidup bunga tersebut yang memang sedikit misterius. Namun, yang menarik perhatian saya adalah ketika kameramen menyorot bunga yang dimaksud, ternyata dari ciri penampakan morfologinya, saya yakin itu bukan Rafflesia, melainkan bunga bangkai. Selain itu, dari pemaparannya sempat terdengar kalimat, "Bunga bangkai atau Rafflesia ini....". Mendengar hal itu saya jadi tertarik untuk menulis artikel ini. Hanya sekedar untuk meluruskan bahwa antara bunga bangkai dan Rafflesia itu berbeda. Keduanya memang sama-sama berukuran besar dan mengeluarkan bau yang tidak sedap untuk menarik lalat, dan kumbang untuk membantu proses penyerbukan. Namun, terdapat perbedaan ciri morfologi, cara hidup, siklus hidup,  dan taksonomi dari keduanya.

Rafflesia maupun bunga bangkai tergolong kedalam tanaman langka dan endemik wilayah Sumatera. Bahkan bunga bangkai merupakan bunga resmi provinsi Bengkulu. Namun sekarang, melalui teknik grafting, Rafflesia sudah berhasil ditumbuhkan di Kebun Raya Bogor. Menurut informasi yang saya dapatkan ketika mengunjungi Kebun Raya Bogor beberapa bulan yang lalu, hanya terdapat sekitar 10 calon bunga Rafflesia yang tumbuh di sana. Itu pun tiga diantaranya sudah mati. Satu bunga baru saja mekar pada bulan Juni lalu untuk pertamakalinya sejak 81 tahun terakhir. Luar biasa lama.

Perbandingan Morfologi Bunga Bangkai dan Rafflesia

Hal yang paling mudah untuk membedakan bunga bangkai dan Rafflesia adalah dengan mengamati penampakan luarnya. Bunga bangkai yang juga disebut suweg raksasa memiliki mahkota berwarna keunguan dan terdapat bagian yang menjulang tinggi berwarna krem. Ketinggian bunga bangkai ini bisa mencapai sekitar 5 meter dengan diameter sekitar 1,5 meter. Sedangkan morfologi bunga Rafflesia agak berbeda. Jika pada bunga bangkai terdapat bagian yang menjulang, untuk bunga Rafflesia hanya tumbuh melebar saja. Mahkotanya berwarna merah dan ketika sedang mekar diameter bunganya bisa mencapai 1 meter dengan berat sekitar 11 kilogram. 
 
Rafflesia
Bunga Bangkai
Cara Hidup dan Siklus Hidup Bunga Bangkai dan Rafflesia

1. Bunga Bangkai 
Bunga bangkai termasuk tumbuhan dari suku talas-talasan (Araceae). Merupakan tumbuhan dengan bunga majemuk terbesar di dunia. Bunga bangkai tumbuh di atas umbi sendiri sehingga tidak bersifat parasit. Selain itu, bunga bangkai lebih 'mudah' untuk dibudidayakan, sehingga peluang tanaman ini untuk tumbuh di wilayah yang bukan endemiknya cukup besar.

Bunga ini mengalami 2 fase dalam hidupnya yang muncul secara bergantian dan terus menerus, yaitu fase vegetatif dan generatif. Pada fase vegetatif, di atas umbi akan muncul batang semu dan daun yang sekilas mirip dengan pohon pepaya. Tinggi pohonnya bisa mencapai 6 m. Setelah beberapa tahun, organ vegetatifnya akan layu kecuali umbinya. Apabila lingkungan mendukung, dan umbinya memenuhi syarat, pohon ini akan digantikan dengan tumbuhnya bunga bangkai. Tumbuhnya bunga majemuk yang menggantikan pohon yang layu merupakan fase generatif tanaman ini.

Bunga baru bisa tumbuh bila umbinya memiliki berat minimal 4 kg. Bila cadangan makanan dalam umbi kurang atau belum mencapai berat 4 kg, maka pohon yang layu akan di gantikan oleh pohon baru.

Selain itu, bunga bangkai merupakan tumbuhan berumah satu (monoecious) dan protogini, dimana bunga betina reseptif terlebih dahulu, lalu diikuti masaknya bunga jantan sebagai mekanisme untuk mencegah penyerbukan sendiri. Setelah masa mekarnya (sekitar 7 hari) lewat, bunga bangkai akan layu danakan kembali melewati siklusnya - kembali ke fase vegetatif - dimana akan tumbuh pohon baru di atas umbi bekas bunga bangkai.

Apabila selama masa mekarnya terjadi pembuahan, maka akan terbentuk buah-buah berwarna merah dengan biji pada bagian bekas pangkal bunga. Biji-biji ini bisa ditanam menjadi pohon pada fase vegetatif. Biji-biji inilah yang sekarang dibudidayakan.

2. Rafflesia 
Rafflesia tidak memiliki daun, akar, maupun tangkai sehingga tidak mampu melakukan proses fotosintesis dan hidup sebagai parasit obligat pada tanaman inangnya yaitu sejenis liana (tanaman merambat) dari genus Tetrastigma (famili Vitaceae), menyebarkan haustoriumnya yang mirip akar di dalam jaringan tumbuhan merambat itu. 

Jika bunga bangkai termasuk jenis tanaman monoecious (berumah satu), maka Rafflesia termasuk tanaman diecious (berumah dua). Di dasar bunga yang berbentuk gentong terdapat benang sari atau putik, tergantung jenis kelamin bunga. keberadaan putik dan benang sari yang tidak dalam satu rumah membuat presentase pembuahan yang dibantu oleh serangga lalat sangat kecil, karena belum tentu dua bunga berbeda kelamin tumbuh dalam waktu bersamaan di tempat yang berdekatan. Masa pertumbuhan bunga ini memakan waktu sampai 9 bulan, tetapi masa mekarnya hanya 5-7 hari. Setelah itu rafflesia akan layu dan mati.

Rafflesia sulit untuk dikembangbiakkan di luar habitat aslinya dan apabila akar atau pohon inangnya mati, Raflesia akan ikut mati. Oleh karena itu Raflesia membutuhkan habitat hutan primer untuk dapat bertahan hidup.Rafflesia yang banyak dikenal masyarakat adalah jenis Rafflesia arnoldii. Jenis ini hanya tumbuh di hutan Sumatera bagian selatan, terutama Bengkulu. 

Di Pulau Jawa, tumbuh hanya satu jenis Rafflesia, yaitu Rafflesia patma. Rafflesia patma ini berhasil dibudidayakan di Kebun Raya Bogor melalui teknik grafting atau menyambung akar tumbuhan inang dalam upaya konservasi eks-situ bunga itu. Menurut keterangan Kepala Pusat Konservasi Tumbuhan (PKT) Kebun Raya Bogor-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang saya baca di sebuah artikel, teknik grafting itu dilakukan dengan cara mengambil akar Tetrastigma dari habitat asli bunga patma di Pangandaran, yang kemudian disambung dengan akar Tetrastigma yang telah tumbuh di Kebun Raya Bogor. Akar Tetrastigma yang diambil dari Pangandaran itu diduga telah terinfeksi bibit Rafflesia patma secara alami. 

Taksonomi Bunga Bangkai dan Rafflesia


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

INSPIRING ARTICLE: MARI KITA MEWARISKAN KEBAIKAN

Hari ini saya membaca sebuah artikel. Saya ingin menyimpan artikel itu di blog saya. Siapa tahu ketika Anda mampir, sengaja ataupun tidak, Anda bisa merenungkan paparan kalimat demi kalimat yang ada dalam artikel tersebut seperti yang juga sudah saya lakukan. Artikel ini saya copy paste dari situs favorit saya yang baru (www.republika.co.id).

MARI KITA MEWARISKAN KEBAIKAN

Sebagai makhluk tertinggi ciptaan Allah, manusia harus menjalankan tugas dan amanat kekhalifahannya di muka bumi dengan baik. Hidup tak boleh dimaknai hanya sebagai anugerah (kenikmatan), tetapi juga amanah yang menuntut tugas dan tanggung jawab.

Manusia harus bekerja keras agar mampu mewariskan kebaikan yang besar (leaving a legacy) bagi umat manusia. Kalau bisa, itu lebih besar ketimbang usia yang diberikan Tuhan kepadanya. Dalam memaknai pekerjaan yang dilakukan, manusia memiliki pemahaman yang beragam dan berbeda-beda. Sekurang-kurangnya, ada empat tingkatan dalam soal ini.

Pertama, orang yang bekerja untuk hidup (to live), bukan hidup untuk bekerja. Ia memaknai pekerjaannya sekadar mencari sesuap nasi. Motif utama pekerjaannya adalah fisik-material. Ini merupakan fenomena kebanyakan orang ('ammat al-nas).

Kedua, orang yang bekerja untuk memperkaya perkawanan (to love). Ia memaknai pekerjaannya tak hanya mencari harta, tetapi memperbanyak pergaulan dan pertemanan. Motif utama pekerjaannya adalah relasi-sosial, silaturahim, atau komunikasi antarsesama manusia (interhuman relations). 
  
Ketiga, orang yang bekerja untuk belajar (to learn). Ia memaknai pekerjaannya sebagai wahana mencari ilmu, menambah pengalaman, dan menguji kemampuan. Jadi, berbeda dengan kedua orang sebelumnya, motif utama kerja orang ketiga ini adalah intelektual.

Lalu, keempat, orang yang bekerja untuk berbagi kenikmatan dan mewariskan kebaikan sebesar-besarnya kepada orang lain (to leave a legacy). Ia memaknai pekerjaannya sebagai ibadah kepada Allah SWT. Motif utama pekerjaannya adalah rohani (spiritual). Firman Allah, "Dan, aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku." (QS Al-Dzariyat [51]: 56).

Orang keempat inilah orang terbaik seperti ditunjuk oleh sabda Nabi SAW, "Khair-u al-nas anfa'uhum li al-nas (sebaik-baik manusia adalah orang yang paling besar mendatangkan manfaat bagi orang lain)." (HR Thabrani dari Jabir).

Menurut pengarang kitab Faydh al-Qadir, al-Manawi, manfaat itu bisa diberikan melalui ihsan, yakni kemampuan kita berbagi kebaikan kepada orang lain, baik melalui harta (bi al-mal) maupun kuasa (bi al-jah) yang kita miliki. Warisan kebaikan itu, menurut al-Manawi, bisa berupa sesuatu yang manfaatnya duniawi, seperti donasi dan bantuan material, atau bisa juga berupa sesuatu yang bernilai agama (ukhrawi), seperti ilmu, pemikiran, dan ajaran yang mencerahkan dan membawa manusia kepada kebaikan.

Malahan, menurut al-Manawi, warisan dalam wujud yang kedua ini dianggap lebih mulia dibanding yang pertama. Mengapa? Sebab, yang kedua ini mendatangkan manfaat lebih besar bagi manusia, tak hanya di dunia, tetapi juga di akhirat kelak. Wallahu a'lam.

Red: Budi Raharjo
Rep: Oleh Dr. A. Ilyas Ismail, M.A.


My View

Setiap manusia memiliki mimpi untuk diraih. Namun terkadang, keinginan tak sejalan dengan takdir yang sudah Allah gariskan meskipun kita sudah berusaha sekuat tenaga. Ketika itu terjadi, saya yakin iman kita sedang diuji untuk meyakini benar bahwa apa yang Allah berikan tak selalu menjadi apa yang kita inginkan. 
Saya tak usah jauh-jauh mencari contoh, karena diri saya sendiri adalah contoh itu. Sejujurnya hingga detik ini saya masih bertanya pada diri saya sendiri mengenai benar atau tidakkah jalan ini yang saya inginkan dalam hidup, menjadi seorang guru? Akan tetapi, pertanyaan itu tampaknya harus dibunuh. Sudah terlambat untuk meninggalkan semua yang sebenarnya ingin saya tinggalkan.

Andai saja saya masih muda, andai saja usia saya masih 22-23 tahun, saya pasti berusaha lebih keras untuk mengejar apa yang saya inginkan sampai Tuhan berkenan memberikan. Saya tak keberatan meninggalkan status PNS, juga tak akan mengeluh lelah untuk mengejar apa yang saya impikan. Tapi, ketika saya dihadapkan pada kenyataan bahwa ada keluarga yang tidak boleh saya kecewakan, ada beban tanggung jawab yang harus saya pikul dibalik kedewasaan dan kematangan berpikir, saya tahu bahwa saya tak lagi memiliki kesempatan untuk bertindak sesuai ego. Saya tak lagi cukup muda untuk berkata "Saya bisa!" dalam hal ini. Allah sudah membuat saya berada dalam batas dimana saya harus menerima takdir dengan penuh rasa syukur. 

Ketika saya membaca artikel di atas, saya langsung mencari dimana posisi saya sekarang dalam memandang pekerjaan saya. Posisi pertama? Rasanya saya tidak semenyedihkan itu. Uang? Jumlah pasti gaji pokok saya saja seringkali lupa. Saya juga tak pernah meributkan keadilan atau ketidakadilan di antara hegemoni uang. Apa yang mau saya perdebatkan kalau saya sendiri tidak paham? Saya tidak munafik. Sama seperti orang lain, saya juga butuh uang. Tapi, mengukur pekerjaan dari banyak-sedikit gaji yang diterima, rasanya itu bukan saya. Saya sudah membuktikan itu dengan pernah mau menerima pekerjaan sebagai guru SD dengan gaji Rp.100 ribu/bulan untuk kemudian meningkat menjadi Rp.120 ribu/bulan. Saya tidak pernah mengeluhkan itu selain untuk bahan guyonan saja, tidak untuk dijadikan beban pikiran. Rejeki Allah yang mengatur. Tapi berkahnya, kita sendiri yang mencari. Alhamdulillah, saya tak pernah merasa kurang.

Lantas, apakah saya di posisi kedua? Saya orang yang menghargai persahabatan dengan hati. Tapi, entah mengapa  untuk mencari persahabatan dalam pekerjaan tampaknya tidak  membuat saya begitu tertarik. Saya kehilangan banyak kepercayaan. Mungkin ini akibat lingkungan pekerjaan yang pernah saya masuki dulu. Di sana saya belajar bahwa tak ada persahabatan, yang ada hanyalah kepentingan dibalik 'persahabatan' semu. Tak ada orang yang benar-benar tulus ketika seseorang memiliki ambisi yang ingin dikejar. Saling memanfaatkan satu sama lain dengan cara yang manis hingga nantinya orang yang lebih 'bodoh' tak akan merasa terkhianati. Itu sudah cukup mempertegas bahwa saya tidak lagi naif untuk mencari persahabatan dalam pekerjaan juga tak berminat untuk berkecimpung dalam organisasi atau apapun itu. Satu lagi, saya sudah cukup dewasa untuk tidak lagi terlalu menuntut kata terima kasih ataupun maaf meskipun saya berhak untuk itu. Dalam berteman, biar hati saya yang memilih. Dalam mengembangkan profesionalisme, tidak harus berkumpul dalam sebuah organisasi. Setiap orang punya cara tersendiri untuk belajar. Saya yakin, saya orang yang cukup mandiri untuk belajar.

Posisi ketiga? Ya, rasanya saya ada di posisi ini. Bekerja untuk belajar. Belajar banyak hal membuat saya bahagia, membuat saya tenang, membuat saya merasa berkawan. Jika tadi saya berkata saya tak lagi cukup muda untuk mengejar apa yang saya inginkan, maka untuk belajar saya tak akan berkata terlalu muda ataupun terlalu tua. Semoga di tahun 2011 nanti saya bisa mewujudkan keinginan saya untuk kembali belajar. Mudah-mudahan Allah berkenan memudahkan. Tak ada hal khusus yang ingin saya capai dari keinginan saya itu. Saya hanya ingin membuat hari-hari saya menjadi lebih berarti seperti dulu. Empat tahun terakhir berada di kota ini membuat saya merasa mati. Saya mau mencari kehidupan saya lagi.

Bagaimana dengan posisi keempat? Rasanya saya masih terlalu jauh untuk itu. Menjadikan pekerjaan sebagai ibadah hanya bisa dilakukan ketika kita mencintai pekerjaan itu dengan segenap hati. Saya masih menjalani pekerjaan sebatas tanggung jawab profesionalisme, belum sampai menyentuh kalimat ikhlas. Saya masih mengeluhkan banyak hal terkait pekerjaan. Tapi suatu hari nanti saya berharap banyak bisa berada di posisi ini.

Saya hampir di penghujung kalimat...
Berhasil menjadi seseorang dari sesuatu yang kita inginkan itu hebat. Akan tetapi, berhasil menjadi seseorang dari sesuatu yang tidak kita harapkan itu lebih hebat. Ketika takdir memaksa kita menjadi orang yang kedua, akan lebih banyak langkah yang harus ditempuh. Meyakinkan diri, membangun kepercayaan diri, menyemangati jiwa, menumbuhkan dan mengenali kembali ambisi pribadi. Hal terakhir itulah yang saat ini tak saya punya. Ambisi dalam pekerjaan.  

Saya meyakini bahwa ambisi itu penting. Ambisi yang baik membuat hidup lebih hidup tanpa mematikan kehidupan orang lain. Membuat kita mampu bertahan dan berkompetisi. Tanpa ambisi saya akan menjadi orang yang selalu kalah. 

Sedikit berharap, andai saja orang yang paling saya cintai, paling mengenali saya masih ada bersama saya, beliau pasti bisa mengajarkan saya banyak hal untuk membangun ambisi diri, menentukan arah dan langkah, menyusun rencana, dan belajar menerima.  Entah kapan saya akan memiliki ambisi dari platform saya sebagai seorang guru. Ataukah saya memang tak punya ambisi apapun? Saya mengharapkan banyak hal-hal yang baik untuk anak-anak didik saya, tapi rasanya tidak mungkin jika saya tak menginginkan apa-apa dari pekerjaan saya untuk diri saya sendiri. Saya harus mencari tahu. Namun yang terpenting saat ini adalah saya harus bertanggungjawab. Ya, bertanggungjawab. Mengajar, mendidik, menyemangati, mengasihi. Itu sudah baik.

Menjadi guru itu tak buruk
Berbagi ilmu itu utama
Mengantarkan orang lain meraih mimpi, tak semua orang bisa
Dipanggil "Ibu" bukan oleh anak dari rahim sendiri, itu berkah
Menjadi sosok yang digugu dan ditiru tidaklah mudah
 
Lantas, apa yang membuatku berkata tidak?
Mari hati, kita cari ikhlas dalam diri
Hentikan mimpi yang sebatas mimpi
Menjadi dewasa bukan dengan mantra

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

FOTOSINTESIS: PERCOBAAN INGENHOUSZ DAN PERCOBAAN SACHS


Sebagai mahluk hidup, tumbuhan memiliki ciri yang sama dengan mahluk hidup lainnya, yaitu memerlukan makanan. Hanya saja, terdapat perbedaan cara dalam pemenuhan kebutuhan tersebut. Untuk menghasilkan makanan, tumbuhan mampu mengolah bahan anorganik menjadi bahan organik di dalam tubuhnya. Sedangkan manusia dan hewan umumnya mengkonsumsi bahan organik (ditandai dengan adanya unsur C, H, O) secara langsung karena manusia dan hewan tidak memiliki kemampuan untuk  memproduksi makanan sendiri di dalam tubuhnya. Kemampuan tumbuhan hijau yang dapat mengolah makanan sendiri membuat tumbuhan hijau dikenal sebagai organisme autotrof, sedangkan manusia dan sebagian besar hewan dikenal sebagai organisme heterotrof.
Organisme autotrof memenuhi kebutuhannya akan makanan dengan melakukan proses fotosintesis. Adapun proses fotosintesis berlangsung sebagai berikut:
Berdasarkan reaksi di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam proses fotosintesis dihasilkan zat tepung (C6H12O6) dan oksigen (O2). Untuk membuktikan bahwa dalam proses fotosintesis memang dihasilkan zat tepung dan oksigen, maka kita dapat membuktikannya dengan melakukan percobaan Ingenhousz dan Sach.
Percobaan Ingenhousz
Jan Ingenhousz adalah seorang dokter berkebangsaan Inggris. Melalui percobaannya terhadap tanaman air Hydrilla verticillata, ia berhasil membuktikan bahwa dalam proses fotosintesis dihasilkan oksigen. Percobaan ini bisa kita lakukan dengan merancang alat seperti di bawah ini.

Sebagai catatan, tanaman air yang digunakan tidak harus mutlak Hydrilla verticillata. Jika tidak ada Hydrilla, kita bisa menggantinya dengan tanaman air lain seperti selada air, kangkung, dsb. 
Setelah perangkat percobaan selesai dirancang, simpanlah perangkat percobaan tersebut di tempat yang terkena cahaya matahari. Sebagai kontrol, sebaiknya kita juga menyimpan satu perangkat percobaan di tempat yang tidak terkena cahaya matahari. Setelah beberapa lama, pada perangkat percobaan yang disimpan di tempat yang terang akan terlihat gelembung-gelembung udara keluar dari bawah corong. Selain itu, pada dinding tabung reaksi juga akan terlihat uap air yang menempel. Tentu Anda bisa menebak  apakah sebenarnya gelembung-gelembung itu. Ya, gelembung udara tersebut merupakan oksigen. 
Untuk membuktikan mengenai benar-tidaknya gelembung tersebut adalah oksigen, Anda bisa meminta siswa Anda untuk membakar sebatang lidi hingga menjadi bara, lalu dengan cepat Anda keluarkan tabung reaksi dari dalam air dengan posisi ibu jari menutup lubang tabung reaksi tersebut supaya gas oksigen yang terperangkap di dalam tabung reaksi tidak keluar. Setelah itu, dengan gerak cepat mintalah siswa yang memegang lidi tadi untuk memasukkan bara lidi yang sudah meredup ke dalam tabung yang lubangnya kita tutup dengan ibu jari tadi. Jika dilakukan dengan benar, kita bisa melihat bara api yang hampir padam akan menyala kembali dengan terang. Itu membuktikan bahwa memang benar gelembung udara yang dihasilkan dari percobaan ini adalah gas oksigen. Mengapa?
Perlu diingat bahwa jika ada nyala api, pasti disitu ada tiga unsur yaitu oksigen atau sering juga disebut zat asam, bahan bakar, dan panas. Jadi, tentu saja bara lidi yang kembali menyala bukan karena sulap. Itu karena ada gas oksigen yang terperangkap di dalam tabung yang bisa membuat bara kembali menyala.

Lalu bagaimana dengan perangkat percobaan yang disimpan di tempat gelap? Bisa dipastikan bahwa di tempat yang gelap, tidak akan terlihat gelembung-gelembung udara yang muncul dari bawah corong. Hal itu dikarenakan tumbuhan air tersebut tidak melakukan proses fotosintesis, sehingga tentu saja oksigen tidak akan dihasilkan. Mengapa demikian? Ingat, di tempat yang gelap, tumbuhan tidak mendapatkan cahaya matahari, sedangkan salah satu syarat agar tumbuhan dapat melakukan proses fotosintesis adalah keberadaan cahaya matahari. Dengan demikian, selain membuktikan bahwa oksigen dihasilkan dalam proses fotosintesis, percobaan ini juga bisa membuktikan peranan cahaya matahari dalam proses fotosintesis.


Percobaan Sachs
Julius Von Sachs adalah seorang ahli botani yang berasal dari Jerman. Ia berhasil membuktikan bahwa proses fotosintesis menghasilkan amilum (zat tepung). Tentunya ketika membahas konsep terdahulu mengenai sistem pencernaan khususnya uji bahan makanan, kita masih ingat bahwa untuk menguji ada tidaknya amilum kita dapat menggunakan lugol. Lalu, bagaimana percobaan Sachs ini dilakukan?
Beberapa hari sebelum praktikum dilaksanakan, mintalah siswa untuk menutup sebagian organ daun yang akan digunakan dalam percobaan dengan menggunakan kertas timah. Jika tidak ada kertas timah, bisa menggunakan kertas pembungkus rokok. Untuk memudahkan perbandingan hasil, biasanya daun yang digunakan adalah daun singkong. Ketika praktikum akan dilaksanakan, mintalah siswa untuk memetik dan membawa daun yang sudah ditutup dengan kertas timah tersebut.


Daun-daun yang dibawa kemudian direbus dengan air mendidih hingga layu. Setelah layu, masukkan daun singkong tersebut ke dalam tabung reaksi. Kemudian beri alkohol secukupnya. Selanjutnya, masukkan tabung reaksi tersebut ke dalam gelas kimia yang berisi air panas. Tunggu sampai klorofil yang terdapat dalam daun larut semuanya di dalam alkohol.






Perebusan daun singkong pada tahap ini memang harus menggunakan alkohol, karena hanya alkohol yang dapat melarutkan klorofil yang terkandung di  dalam daun. Pelarut lain – seperti misalnya air – tidak  mampu melarutkan klorofil pada daun. Adapun Larutnya klorofil dalam alkohol ditandai dengan berubahnya warna daun menjadi sangat pucat.
Alkohol bekas rebusan daun singkong
Daun yang sudah direbus di dalam alkohol

Setelah klorofil pada daun larut seluruhnya, simpan daun tadi pada sebuah cawan petri. Tetesi bagian yang ditutup dengan kertas timah dan bagian yang tidak ditutup dengan menggunakan larutan lugol. Bagaimana hasilnya?
Bagian daun yang tidak ditutup dengan kertas timah akan berubah menjadi kehitaman ketika ditetesi lugol. Hal itu dikarenakan bagian daun yang tidak ditutup kertas timah dapat menyerap/ menerima cahaya matahari dengan baik, sehingga proses fotosintesis dapat dilakukan. Sesuai dengan reaksi fotosintesis yang sudah dibahas di atas, daun yang  melakukan proses fotosintesis akan menghasilkan zat tepung (C6H12O6), sehingga ketika ditetesi lugol, larutan lugol tersebut akan memberikan reaksi positif yang ditandai dengan perubahan warna lugol pada daun menjadi kehitaman.
Pada daun yang ditutup kertas timah, ketika ditetesi lugol warna daun tidak akan berubah menjadi kehitaman. Hal itu menunjukkan bahwa lugol tersebut bereaksi negatif, sehingga bisa disimpulkan bahwa daun yang ditutup kertas timah tidak melakukan proses fotosintesis karena tidak mendapatkan cahaya matahari. Akibatnya, zat tepung juga tidak bisa dihasilkan. Itulah sebabnya penetesan lugol pada bagian daun yang ditutupi kertas timah tidak memberikan reaksi perubahan warna positif (daun tidak berubah menjadi hitam).

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

ABRACADABRA!

I’ve just learned that a teacher should have a mantra to make ugly shoes become sparkling for Cinderella’s feet. Ya, This morning I’ve met the Cinderella, a girl named Annisa. She is a student of 8th grade.

Let me describe her first. She was a cute girl with smile on her lips, cheerful, talkative, but sometimes she couldn’t hide her gloomy faces. Then finally I knew why that displeasure face dares to appear.

Today, when breaking time, she came to the teacher’s room. I saw her brought a plastic bag on her hand. I heard doubtful in her voice. She said, “Mam, Sir, do you want to buy nasi kuning? I sell it for 1.000 rupiahs.”
Really… only 1.000 rupiahs!

God, so this is the girl? I’m her classroom teacher, but why You let me know that there’s Cinderella girl in my class just right now? Lately, I was too selfish because of my personal issues. It made me less aware for everything happen around me. I guessed I have to make some talks to the little girl later.

For now, I just have a song for you, litte girl...

A Whole New World
(Peabo Bryson Ft. Regina Belle)

I can show you the world, shinning, shimmering, splendid
Tell me princess, now when did you last let your heart decide?
I can open your eyes, take you wonder by wonder
Over sideways and under, on a magic carpet ride

A whole new world, a new fantastic point of view
No one to tell us no, or where to go, or say we’re only dreaming
A whole new world
A dazzling place I never knew
But when I’m way up here, it’s crystal clear
That now I’m in a whole new world with you

Unbelievable sights, indescribable feeling
Soaring, tumbling, freewheeling through an endless diamond sky

A whole new world (Don’t you dare close your eyes)
A hundred thousand things to see (Hold your breath it gets better)
I’m like a shooting star, I’ve come so far
I can’t go back to where I used to be (A whole new world)
With new horizons to pursue
I’ll chase them anywhere, there’s time to spare
Let me share this whole new world with you

A whole new world, a new fantastic point of view
No one to tell us no, or where to go, or say we’re only dreaming
A whole new world, every turn a surprise
With new horizons to pursue (every moment red-letter)
I’ll chase them anywhere, there’s time to spare
Let me share this whole new world with you

A whole new world (A whole new world)
That’s where we’ll be (That’s where we’ll be)
A thrilling chase
A wondrous place
For you and me

You have a right to dream to be pursued like others, girl. More than others!
Uphold your head! Let’s go to the whole new world. No one to tell us no, or where to go, or say we’re only dreaming. Abracadabra! Be a pretty princess my Cinderella…

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

BALADA ANAKKU DARI SALAMPUNG

-08122010-


Hari ini hujan. Deras.
Hari ini saya pulang cepat. Jam 12.
Hari ini saya belajar. Banyak.
Hari ini saya bertafakur. Tentang hidup.
Hari ini saya menangis. Sulit sekali berhenti.
Di atas sajadah. Dalam Dzuhur.
Saya bersyukur…



Saya datang pagi seperti biasa. Saya mulai dengan mengecek kehadiran siswa. Saya bertanya, “Siapa yang tidak hadir?”

Anak-anak saya menyebutkan nama temannya yang tidak hadir pada hari itu satu persatu, sampai pada akhirnya nama Kulsum disebut. Lalu murid-murid saya berkata, “Tapi Bu, Kulsum tidak masuk karena meninggal kemarin malam.”

Innalillahi wa inna ilaihi roji’un….
Betapa kaget saya mendengar hal itu. Dengan rasa tak percaya saya kemudian bertanya, “Meninggal kenapa?”

Kemudian murid saya menjawab, “Tertimbun tanah longsor Bu, sewaktu hujan kemarin. Kata ibunya, dia sedang ke kamar mandi untuk buang air kecil sambil berwudhu untuk shalat Isya. Saat itulah sebuah pohon tumbang dan menimpa rumahnya.”

Mendengar hal itu, langsung terbayang anak perempuan yang kecil, kurus, sangat pendiam, tampak sulit berteman. Saya ingat persis. Dia selalu duduk di depan, dekat meja guru. Sendirian saja.

Sekali waktu, dia pernah tidak mengerjakan PR. Saya sempat marah. Di lain waktu, saya menyuruh dia membaca, berkali-kali, karena suaranya pelan sekali. Saya jadi kesal. Sungguh Nak, ibu tidak tahu bagaimana perjuanganmu untuk bisa sampai ke sekolah. Tapi hari ini Tuhan membuat ibu tahu di mana rumahmu. Sayangnya, ibu tak bisa memberimu cokelat sebagai permintaan maaf karena ibu telah memarahi gadis kecil yang selalu bangun tergesa jam empat pagi, berangkat dari rumah setelah shalat Shubuh dengan berjalan kaki. Jauh, jauh sekali. Kamu tidak lelah, Nak? Pantas saja badanmu kurus sekali. Ibumu pun pasti kesulitan membagi nasi untuk kesembilan saudaramu yang lain. Maafkan ibu, Nak. Maaf...

Ibu sempat memotret jalan yang harus kamu lalui sembari diboncengi. Itu kah jalan yang harus kamu lalui di gelap pagi, Nak? Kamu lewati ladang, sawah, pabrik bata, pabrik kayu bakar, gunung di depan matamu. Jalannya tak bagus, Nak. Kami kerepotan mengendarai motor. Rasanya lelah, apalagi kamu yang harus berjalan kaki. Rasanya begitu lama untuk sampai. Bisa ibu bayangkan bagaimana kalau hujan. Tahukah Nak, ibu suka sekali hujan. Tapi mungkin kamu tidak terlalu suka.

Setelah begitu jauh, katanya kami sudah sampai. Nyatanya, kami masih harus berjalan kaki. Kami tak berani mengendarai motor sampai di depan rumahmu. Tanjakan dan turunannya curam sekali. Sampai pegal rasanya menahan kaki agar tak terpeleset jatuh ketika berjalan. Pulang nanti, mobil pun katanya harus berjalan mundur. Lihat guru BP-mu, kakinya belepotan ketika berkendara sampai harus mencuci kaki dulu dengan air sawah. Sungguh kamu luar biasa, Nak. Ibu bangga. Kamu tak pernah sekalipun tak masuk di pelajaran ibu. Malaikat pasti tersenyum sembari mencatat setiap langkah kakimu untuk menuntut ilmu dan membalasnya dengan pahala.


Nak, kini kami sudah benar-benar sampai di depan rumahmu. Dalam hati ibu berkata, "Inikah rumahmu yang tertimbun longsor itu? Sungguh ini?" Lalu ibu temui kamu di rumah ini, rumah pamanmu. Kamu sudah rapi dikafani. Kami semua berdo’a untukmu, sampai akhirnya kamu akan disemayamkan. Tunggu, ibu kaget sekali. Kenapa kamu ditandu seperti itu? Hanya dengan dua bilah bambu yang dimasuki dua buah kain sarung? Tak adakah keranda, Nak? Subhanallah…


Nak, kamu mencari teman-temanmu? Tenang saja, Ibu Kepala Sekolah sedang berbaik hati, meliburkan kami semua untuk berbondong-bondong datang ke rumahmu. Lihat, mereka segera datang. Itu, yang berseragam putih-biru, tampak kecil seperti semut beriring ketika ibu foto mereka di atas bukit rumahmu. Akan sedikit terlambat, karena mereka harus berjalan kaki. Kasihan, mereka kelelahan harus pulang pergi seperti itu. Tapi, semua demi teman, untuk sahabat. Keluarga.

Coba dengar... Ketika akan pulang, teman-temanmu merengek minta kami boncengi. Ibu jadi berpikir, apa kamu pernah mengeluh ketika setiap hari kamu harus seperti ini? Ibu baru pertama kali melihat anak sepertimu. Ibu sering melihat anak-anak yang lain naik-turun mobil mewah. Tapi sayang, tak banyak dari mereka yang tahu ada anak-anak seperti kamu. Seribu sehari untuk uang jajan. Jangankan mobil, naik ojeg saja kamu harus berpikir beribu kali dengan ongkosnya yang padahal mungkin sama dengan bekal anak-anak yang lebih mampu dari kamu. Sepuluh ribu saja. Nak, jangan katakan hidup tak adil. Ibu ingin memelukmu seandainya kamu berkata begitu. Tapi, ada hangat tangan Tuhan yang sekarang memelukmu erat.


Allahurabbi, syukur hamba pada-Mu karena Engkau selalu memberi hamba kesempatan untuk melembutkan hati ketika sedikit saja hamba berpaling. Sungguh, hamba tak akan lagi terlalu berbangga dengan apapun yang hamba punya. Mungkin hamba hanya beruntung. Apa yang harus dibanggakan dari keberuntungan? Ternyata, di luar sana masih ada yang sebenarnya jauh lebih berhak dari hamba untuk mendapatkan keberuntungan itu. Orang-orang yang lebih berkeinginan keras, lebih cerdas, lebih amanah, lebih saleh, lebih dekat dengan-Mu, lebih bisa bersyukur.

Anakku Kulsum, ibu belajar banyak darimu. Selamat tinggal, Nak… 

Allah mencintaimu
Allah memanggilmu
Allah menjadikanmu tamu
Insya Allah memuliakanmu

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Let's Talk...

Name :
Web URL :
Message :
:) :( :D :p :(( :)) :x