RSS
English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

SUPERVISI (CLASS VISIT): LAKON DAGELAN

Tanggal 28 Oktober kemarin saya baru saja menyelesaikan kegiatan supervisi yang rutin dilaksanakan setiap setahun sekali di instansi tempat saya bekerja. Hampir seminggu energi saya terkuras habis untuk mempersiapkan administrasi. Malah, satu hari sebelum hari H, saya hanya tidur kurang dari dua jam. Saya tahu dan sadar betul, seharusnya hal tersebut tidak terjadi jika saja saya tidak membiasakan diri untuk menjadi seseorang yang nyaman berada pada posisi dikejar deadline.  Tapi, itulah saya. Entahlah, situasi menghimpit ketika deadline seringkali memunculkan ide-ide yang sebelumnya tidak terpikirkan, dan saya sangat menikmati itu.

Dilihat dari esensinya, tampaknya supervisi merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja guru. Namun, bagi saya, kegiatan supervisi tidak lebih dari sekedar lakon dagelan. Saya memiliki alasan kuat untuk pendapat pribadi saya tersebut.
Kenapa Supervisi Menjadi Lakon Dagelan?
Supervisi biasanya dilakukan oleh kepala sekolah, terkadang dibantu oleh wakasek ataupun PKS  kurikulum jika jumlah guru di sekolah yang bersangkutan cukup banyak. Supervisi terkadang juga bisa dilakukan oleh pengawas pembina atau pejabat direktorat secara langsung untuk kepentingan tertentu. Itulah tokoh-tokoh yang biasanya menjadi supervisor.

Secara prosedural, memang tidak ada yang salah. Bukankah pimpinan memang memiliki kewenangan untuk memantau kinerja bawahannya? Akan tetapi, jika dikembalikan pada esensi supervisi yang saya sudah ungkapkan di atas, rasanya jika kepala sekolah yang menjadi tokoh utama dalam kegiatan supervisi menjadi kurang relevan dengan tujuan yang ingin dicapai. Apabila supervisi ini memang benar-benar diniatkan untuk meningkatkan kinerja dan kualitas pengajaran, seharusnya supervisi itu dilakukan oleh rekan serumpun, sehinggga setiap guru akan mendapatkan input yang berarti setelah kegiatan supervisi dilaksanakan, bukan hanya sekedar komentar-komentar klise mengenai performance selama mengajar.

Coba Anda pikirkan, apa yang sebenarnya diharapkan dari peningkatan kualitas pengajaran seorang guru, jika yang memantau KBM di dalam kelas (supervisor) adalah orang yang tidak memiliki latar belakang pendidikan yang sama dengan guru yang sedang disupervisi. Saya contohkan, misalnya seorang kepala sekolah dengan latar belakang pendidikan seorang sarjana bahasa dan sastra Indonesia mensupervisi guru dengan latar belakang pendidikan biologi, fisika, matematika, bahasa Inggris, dan lain sebagainya. Selama dua jam pelajaran, dengan setia kepala sekolah tersebut ‘menunggui’ KBM guru yang bersangkutan di dalam kelas, tanpa tahu konteks dari materi yang disampaikan itu apa, arahnya ke mana, pendekatannya sudah tepat apakah tidak. Akibatnya, komentar yang diberikan juga menjadi tidak penting, misalnya: pengkondisian kelas, kelantangan suara, dsb. Memang hal itu juga penting, tapi kalau komentar yang diberikan setiap tahun sama, bukankah terkesan seperti komentar yang dipaksakan? Lucunya lagi jika komentar yang disampaikan seperti ini, “Masalah materi, saya percaya Anda sudah sangat menguasai, jadi saya hanya akan mengkritisi hal yang lain saja.” Siapa bilang guru yang sudah berpuluh-puluh rahun mengajar tidak bisa salah konsep? Komentar yang sungguh gegabah!

Ada yang lebih lucu, mendekati konyol sebenarnya. Dengan pemikiran seperti itu di kepala saya, bukankah seharusnya saya tidak perlu merasakan was-was, apalagi deg-degan ketika disupervisi? Toh, orang yang mensupervisi saya juga tidak tahu kok apa yang sampaikan salah atau benar (background pendidikannya berbeda)! Saya menyesal pernah tidak percaya diri sewaktu saya disupervisi oleh pejabat direktorat dulu. Tapi syukurnya, pada supervisi kemarin, saya tidak merasakan perasaan konyol itu sedikitpun, sedetikpun. Mungkin sudah tercipta antibodi tersendiri dalam plasma darah saya untuk menghadapi itu.

Solusi
Saya tidak mengatakan supervisi itu tidak penting. Apabila dikembalikan pada tujuan awalnya, tentu saja apapun yang menyangkut upaya peningkatan mutu guru akan menjadi hal yang positif. Dalam perbincangan dengan rekan saya, “Jika diibaratkan sekolah itu sebagai sebuah pabrik, maka proses quality control terhadap produk memang harus secara rutin dilakukan. Untuk sekolah, tentu saja quality control yang dimaksudkan adalah supervisi,” begitu dia berpendapat.

Lantas, bagaimana solusinya? Menurut pendapat saya, alangkah lebih baik jika setiap memasuki tahun ajaran baru, setiap guru dengan rumpun mata pelajaran yang sama berembug untuk membuat administrasi secara bersama-sama (Bukan hanya RPP, tapi administrasi keseluruhan). Pilihlah koordinator untuk setiap jenjang kelas yang akan bertanggung jawab untuk ketuntasan administrasi. Dari proses rembugan ini diharapkan terjadi proses brain storming yang sifatnya saling mengisi, melengkapi. Dengan demikian, administrasi yang dibuat akan menjadi sesuatu yang sifatnya menjadi wawasan bersama.  

Kemudian, untuk proses supervisi, langkah lesson study menjadi solusi yang baik. Cukup tunjuk satu orang guru dari setiap rumpun mata pelajaran untuk disupervisi. Rekan-rekan lainnya yang satu rumpun berperan sebagai observer yang akan mengamati efektivitas KBM untuk kemudian setelahnya diambil langkah refleksi yang akan menjadi masukan yang baik, tidak hanya bagi guru yang menjadi ujung tombak program supervisi, tapi juga bagi rekan-rekan observer. Tentu saja, dalam proses ini, dibutuhkan etika komunikasi yang baik, sehingga kegiatan refleksi tidak berkesan menjatuhkan, apalagi menganggap rekan yang tampil tidak lebih baik dari diri sendiri.

Selanjutnya, sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada atasan (kepala sekolah), masing-masing kelompok supervisi membuat laporan tersendiri yang menjadi tanggung jawab setiap rumpun mata pelajaran untuk kemudian nantinya digabungkan. Atau, jika kepala sekolah ingin meninjau langsung, bukan masalah jika misalnya kepala sekolah ikut dilibatkan sebagai observer. Dengan demikian, semua orang menjadi pembelajar. Jangan lupa, guru yang tampil sebagai tokoh utama dalam proses supervisi juga harus dirotasi, sehingga semua mendapat giliran yang adil.

Intermezzo
Kami (lebih tepatnya guru-guru muda) mulai membicarakan ide primordial ini. Sulit memang untuk menembus benteng arogansi dan pandangan konservatif ‘tokoh senior’, apalagi jika ujung-ujungnya selalu dikaitkan dengan masalah finansial sekolah, seolah-olah idealisme anak muda tidak dibiarkan untuk bernapas karena pikiran-pikiran negatif yang sebenarnya merupakan representasi dari sosok negatif diri sendiri yang ditudingkan kepada orang lain.

Saya jadi ingat perkataan dosen saya dulu. Persisnya saya lupa, tapi kurang lebih it went like this, “Idealisme itu tidak untuk diyakini sepanjang waktu, karena lama-kelamaan ia akan terkikis. Saya masih punya idealisme itu, makanya saya bersedia datang hari Sabtu dan Minggu, meluangkan waktu untuk menunggui praktikum kalian yang tidak terjadwal secara akademik tanpa bayaran sedikitpun. Jika idealisme saya sudah terkikis, saya mungkin berpikir dua kali untuk melakukan hal ini. Saya akan memilih untuk meluangkan waktu bersama keluarga saya, atau mengajar di universitas swasta yang memberi saya bayaran cukup untuk mewujudkan mimpi anak-anak saya.” Dosen saya yang mengatakan hal tersebut sudah meninggal di usia yang relatif muda (thirty seven something) dengan status yang masih menjadi mahasiswa S3, tapi perkataan beliau masih begitu membekas dalam hati saya.

Hhh… Saya tidak percaya kalau saya baru saja menulis rangkaian-rangkaian kalimat ini. Ternyata dengan diajak berbicara dan bertukar pikiran, saya lebih cepat dewasa. Tragisnya, saya belajar ini dari sekolah yang terpencil, yang harus saya tempuh dengan naik ojeg yang jika diukur jaraknya dengan lagu, kurang lebih akan sama dengan durasi tiga buah lagu MLTR (I’m Gonna Be Around – Paint My Love – Nothing To Lose).

Saya senang menjadi pembelajar dan berada di sekitar orang-orang yang secara positif mendorong saya untuk belajar. Semoga saya selalu didekatkan dengan orang-orang yang membuat saya diberkahi dengan rejeki ilmu yang baik dan kerendahan hati yang membumi. Amiin.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar

Let's Talk...

Name :
Web URL :
Message :
:) :( :D :p :(( :)) :x