RSS
English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

CATATAN-CATATAN ISLAMI FB: SMART PARENTING






Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki 

Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi

Jika anak dibesarkan dengan ketakutan, ia belajar gelisah

Jika anak dibesarkan dengan rasa iba, ia belajar menyesali diri 

Jika anak dibesarkan dengan olok-olok, ia belajar rendah diri 

Jika anak dibesarkan dengan iri hati, ia belajar kedengkian 

Jika anak dibesarkan dengan dipermalukan, ia belajar merasa bersalah 

Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri 

Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri 

Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai 

Jika anak dibesarkan dengan penerimaan, ia belajar mencintai 

Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi diri 

Jika anak dibesarkan dengan pengakuan, ia belajar mengenali tujuan 

Jika anak dibesarkan dengan rasa berbagi, ia belajar kedermawanan 

Jika anak dibesarkan dengan kejujuran dan keterbukaan, ia belajar kebenaran dan keadilan 

Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan 

Jika anak dibesarkan dengan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan 

Jika anak dibesarkan dengan ketentraman, ia belajar berdamai dengan pikiran

Pada dasarnya, setiap bayi yang lahir ke dunia adalah bibit juara ingat persaingan sperma untuk mampu membuahi telur kan? – meskipun kemudian saat tumbuh kembang, mengalami kondisi pengasuhan yang tidak ideal atau mengalami kegagalan tumbuh kembang akibat cacat fisik bawaan (autis, down syndrome, tunarungu-netra-daksa-wicara). Setiap orang tua harus mengangkat setiap penghalang yang memisahkan anak-anaknya dari kesempatan menemukan kekuatan dari kecerdasannya. 

Dijelaskan, kecerdasan seorang manusia begitu kompleks sehingga tidak terkait dengan kondisi fisik dan kondisi otak apalagi hasil tes standar. Sebaliknya, kecerdasan itu harus berkembang dengan berpijak pada landasan bahwa setiap orang punya DISCOVERING ABILITY, sehingga saat menemukan RIGHT PLACE, orang tersebut akan mampu menebarkan BENEFIT nyata yang berarti pada lingkungannya. 

Dari penjelasan di atas, perlu rasanya kita mendefinisi ulang tujuan orang tua mendidik anak-anaknya baik di sekolah maupun di rumah. Tujuan mendidik bukan hanya untuk menjadikan anak sebagai orang pintar yang nilai rapotnya gemilang, tetapi yang lebih utama adalah demi menjadikan anak-anak sebagai manusia yang kreatif dan mampu memecahkan setiap masalah sedini mungkin, digabung dengan penginstalan tauhid dan akhlak dalam agama saat membangun karakter mereka lewat pola asuh di rumah. Dengan demikian, kita boleh menaruh harapan besar, karena pada gilirannya mereka akan mampu menjadi generasi penerus yang bermanfaat bagi umat dan agamanya. 

Tahap perkembangan otak anak 0-21 tahun dibagi menjadi 3 periode penting yang di kutip dari hadits Rasulullah saw., sebagai berikut:
  • 7 tahun pertama: Biarkan anak bebas bermain, tidak boleh ada hukuman. Saat umur ini anak adalah RAJA yang tidak pernah salah.
  • 7 tahun kedua: Kenalkan anak pada hal baik dan buruk dalam budi pekerti; buat kesepakatan dengan anak. Beri pujian saat mereka berbuat baik dan beri hukuman (bukan hukuman tapi konsekuensi) saat mereka bertindak buruk atau diluar kesepakatan. Saat umur ini anak adalah PEMBANTU yang harus belajar menaati peraturan dan melaksanakan ketentuan.
  • 7 tahun ketiga: Beri anak kesempatan untuk mencari alternatif dan biarkan mereka memilih yang paling sesuai dengan dirinya. Saat umur ini anak adalah WAZIR/MENTERI yang harus bertanggung jawab terhadap tugas-tugas dan keputusannya.

“Biarkanlah anak-anak kalian BERMAIN dalam 7 tahun pertama, kemudian DIDIK dan BIMBINGLAH mereka dalam 7 tahun kedua. Sedangkan 7 tahun ketiga, jadikanlah mereka bersama kalian dalam MUSYAWARAH dan MENJALANKAN TUGAS.” (Muhammad Rasulullah saw.)

“Siapa di antara Anda selaku orangtua yang pernah menghukum anak di 7 tahun petama dengan kekerasan verbal maupun fisik?” Apabila 7 tahun pertama terlewati dengan cara yang SALAH, maka 7 tahun kedua orang tua akan banyak mengalami HAMBATAN dalam BERKOMUNIKASI dengan anaknya. Akibatnya, 7 tahun ketiga anak akan RENTAN dan TUMBUH jadi PRIBADI yang KEHILANGAN KEPERCAYAAN dan MORAL. Untuk menjauhkan orangtua dari kesalahan di masa mendatang, maka saat anak menjadi RAJA kecil penting bagi orang tua untuk selalu:
  • Membiarkan mereka bebas bertindak, memberi perintah, bermain, dan bersenang-senang.
  • Memberi perhatian dengan santun, penuh kasih sayang, dan kelembutan dalam tutur kata.
  • Memberi jawaban-jawaban positif untuk semua pertanyaan mereka.
  • Tidak memberikan disiplin yang keras dan kaku.
  •  Anak terdidik dengan mengambil contoh dari orang tua, keluarga, guru, dan lingkungannya.
  • Orang tua harus memastikan kebutuhan anaknya akan kebebasan senantiasa terpenuhi tanpa harus melupakan keamanan dan keselamatan mereka.
  • Menemani anak dengan kuantitas pertemuan yang memadai.

Untuk anak usia di bawah 7 tahun, sebaiknya jangan bicara kualitas tanpa kuantitas. Karena ada 4 spesial moment yang mereka butuhkan setiap hari dari keberadaan orang tuanya, yaitu:
  • Jadilah orang pertama yang dilihat anak kita saat mereka membuka mata di pagi hari.
  • Penting untuk selalu melepas kepergian mereka ke sekolah.
  • Anak juga membutuhkan orangtua ada saat mereka pulang dalam kondisi lelah.
  • Orangtua seharusnya jadi wajah terakhir yang ditatap anaknya sebelum mereka terlelap.

Apakah Anda sudah menyambut mereka dengan kata-kata penghiburan yang dapat mengurangi kepenatan tubuh dan pikiran mereka sepulang sekolah? Ataukah Anda termasuk orang tua yang hobi mengajukan kalimat standar: “Hari ini belajar apa..?” atau bahkan langsung bertanya: “Ada PR nggak?” sebelum mereka sempat duduk dan bersalin pakaian? Sungguh satu ungkapan yang tidak dibutuhkan otak anak. 

Berikut adalah pendapat pakar tumbuh kembang anak tentang masa Golden Age: 

99% masalah yang dialami anak Golden Age berasal dari kesalahan orangtua dan gurunya di sekolah formal. Rumah dan sekolah seperti penjara yang mengekang kebebasan anak untuk bertindak, beraktivitas dan bermain. Hitung berapa kali anda ucapkan 'Tidak' dan 'Jangan' pada anak! Sadarilah bahwa ungkapan ‘Tidak’ dan ‘Jangan’ tanpa penjelasan yang dapat ditangkap adalah penjara bagi anak. 

Mengharap anak di sekolah dan di rumah turut perintah guru dan orangtua untuk selalu tenang dan diam adalah sebuah kesalahan besar. Ingat lagu: “Tangan ke atas, tangan ke samping..”? Itu adalah sebuah cara pemasungan otak anak. Materi ini memang ditekankan untuk memperbaiki pola asuh dan pendidikan anak Golden Age, agar tahapan berikutnya dapat terlewati dengan lebih mulus

Timbul kemudian pertanyaan dari orang tua, seperti halnya penulis yang sudah bertindak ‘bodoh’ pada anak di tahap ini. Meminta maaf pada anak dan selalu mengutamakan sikap, perkataan, dan contoh yang positif. menjadi solusinya. Tetapi, karena berdalih untuk 'menebus' kesalahan, jangan kemudian justru memanjakan anak di atas 7 tahun. Tetap lanjut sesuai tahapan berikutnya. Semoga bermanfaat bagi para orang tua.

MY VIEW

Mungkin Anda bertanya, mengapa saya memposting tulisan di atas pada blog saya? Selama saya mengajar, dan bahkan menjadi wali kelas, banyak hal yang saya hadapi berkaitan dengan permasalahan anak. Anak yang bermasalah biasanya datang dari keluarga yang broken home. Perlu Anda ketahui bahwa saya mengajar di sekolah yang kebanyakan kedua orangtuanya sudah bercerai. Ada dua faktor pemicu yang secara umum menyebabkan perceraian tersebut. Pertama, pernikahan di usia muda - saat kematangan emosional belum stabil - dan kedua adalah keadaan ekonomi yang memaksa salah satu dari orangtua mereka mencari nafkah dengan menjadi TKI.

Akibat perceraian tersebut, anak menjadi merasa kurang diperhatikan sehingga berbuat hal-hal yang rencananya ditujukan untuk menarik perhatian orangtua mereka. Sayangnya, hal-hal yang dilakukan tersebut bukanlah hal yang positif. Saya tidak perlu menyebutkan satu per satu kasus yang dilakukan oleh anak-anak didik saya. Satu yang pasti, beberapa kasus sampai membuat saya merasa begitu terperangah. 

Singkatnya, tulisan di atas merupakan peringatan bagi saya sebagai seorang guru – sosok orangtua di sekolah – untuk lebih memahami kondisi psikologis mereka dan mendidik siswa-siswi saya dengan cara yang benar. Selain itu, tulisan di atas juga merupakan bahan referensi jika suatu saat kelak saya menjadi orangtua :P

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

REVISI TAKSONOMI BLOOM


Beberapa waktu yang lalu saya membuat kisi-kisi untuk soal ulangan harian. Pada salah satu kolom ada jenjang kognitif soal yang harus diisi. Karena tidak semua kata kerja operasional ranah kognitif mampu saya ingat sebagai indikator untuk menentukan jenjangnya, maka saya mencari-cari buku mengenai taksonomi Bloom sewaktu kuliah dulu. Jujur saja, buku itu sudah lama tidak saya sentuh. Ketika saya mencari halaman yang membahas tentang taksonomi Bloom, tiba-tiba saja saya menemukan beberapa lembar kertas yang terselip pada halaman buku paling belakang. Setelah saya baca, ternyata itu adalah fotocopy taksonomi Bloom yang sudah direvisi yang saya dapatkan dari bapak Ari Widodo, dosen  saya sewaktu kuliah dulu.

Saya sama sekali tidak ingat bahwa taksonomi Bloom yang lama sudah mengalami revisi. Kemudian, setelah saya baca, saya mendapatkan inti dari perbedaan taksonomi yang lama dengan taksonomi yang baru. Secara garis besar, bapak Ari Widodo dalam draft-nya menjelaskan perbedaan itu  melalui tabel berikut:



Untuk lebih lengkapnya, penjelasan mengenai revisi taksonomi Bloom dapat Anda unduh dengan meng-klik  link di bawah ini.
 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

PERANAN PERTANYAAN PRODUKTIF DALAM PENGEMBANGAN KPS

Dalam bahan seminar dan lokakarya bagi guru-guru biologi SMP dan SMA di FPMIPA UPI, Prof. Dr. Nuryani Andrian Rustaman menyatakan bahwa guru sangat dianjurkan untuk melakukan tanya-jawab selama pembelajaran. Cara yang ditempuh guru dalam menanggapi pertanyaan siswa dan dalam bertanya mempunyai pengaruh terhadap proses pembelajaran, pencapaian hasil belajar, dan peningkatan cara berpikir siswa. Namun, cara mengajukan pertanyaan yang berpengaruh positif bukan merupakan hal yang mudah dan dapat terjadi dengan sendirinya. Oleh karena itu, perlu dipahami dan dikuasai keterampilan bertanya sebagai salah satu keterampilan mengajar.

Ratna Wilis Dahar menyatakan bahwa selama ini, pertanyaan yang diajukan guru tidak selalu efektif dan umumnya, jenis pertanyaan yang dikembangkan oleh guru adalah pertanyaan kognitif yang hanya dapat dijawab oleh sejumlah kecil siswa yang memahami konsepnya. Selain itu, tidak efektifnya pertanyaan yang diajukan juga disebabkan oleh kebiasaan buruk guru dalam mengajukan pertanyaan, di antaranya:

  • mengulangi jawaban siswa dan menjawab pertanyaan sendiri;
  • mengajukan pertanyaan yang sifatnya melengkapi jawaban dengan satu suku kata;
  • pertanyaan sering dijawab secara bersama-sama oleh siswa;
  • waktu tunggu seringkali kurang;
  • cara memberikan giliran yang kurang terkoordinir; dan
  • distribusi pertanyaan yang kurang merata.

Proses IPA dikembangkan dan dilatihkan melalui pendekatan keterampilan proses atau menggunakan keterampilan proses sains (KPS). Pertanyaan produktif dalam hal ini akan sangat efektif untuk mengembangkan keterampilan proses dan keterampilan akademik dalam life skills.

Sheila Jelly membedakan pertanyaan produktif sebagai pertanyaan yang merangsang kegiatan produktif atau kegiatan ilmiah, sedangkan pertanyaan tidak produktif memerlukan jawaban dari sumber sekunder berupa buku. Dengan kata lain, pertanyaan produktif dapat mengarahkan siswa untuk berbuat atau melakukan sesuatu, sedangkan pertanyaan nonproduktif memerlukan jawaban terpikir dan diucapkan yang tidak selalu mudah dilakukan oleh siswa. Jika dicontohkan melalui dua buah pertanyaan di bawah ini, pertanyaan produktif dan nonproduktif dapat dengan jelas dibedakan.

  • "Mengapa bunga pukul empat kuncup pada petang hari dan mekar lagi pada keesokan harinya?" (Pertanyaan Nonproduktif)
  • "Apakah bunga pukul empat yang menutup pada malam hari akan mekar lagi pada keesokan harinya?" (Pertanyaan Produktif)  

Namun demikian, pertanyaan produktif tidak harus selalu menuntut siswa untuk berbuat dan melakukan sesuatu dalam konteks melakukan investigasi ataupun eksperimen. Pertanyaan produktif bisa juga digunakan untuk merangsang siswa dalam mengamati/mengobservasi sesuatu secara sederhana. Saya akan mencoba untuk memberikan contoh. 

Dalam pembelajaran IPA, terdapat berbagai jenis media yang bisa digunakan, salah satunya adalah charta. Sesuai dengan fungsi media yang sudah saya ungkapkan pada tulisan sebelumnya, tentu saja media pembelajaran harus dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk dapat mengeksplorasi materi yang akan dipelajari, salah satunya adalah dengan mengajukan sejumlah pertanyaan terkait dengan charta yang ditampilkan. Pertanyaan yang tentu saja efektif adalah jenis pertanyaan produktif, karena pertanyaan produktif dapat memunculkan KPS siswa.

Jika saya misalkan, ketika membahas konsep Sistem Eksresi subkonsep ginjal, seorang guru membawa charta ginjal seperti pada gambar di samping ke dalam ruangan kelas, kemudian mulai melakukan proses tanya jawab dengan siswa. Pertanyaan apakah yang akan Anda ajukan jika Anda menjadi guru tersebut? Apakah pertanyaan-pertanyaan seperti di bawah ini? (Alternatif I)

  • Apakah fungsi ginjal?
  • Struktur apa sajakah yang terdapat dalam ginjal?

Ataukah pertanyaan berikut ini? (Alternatif II)
  • Ada berapa buahkah jumlah ginjal?
  • Bagaimanakah warnanya?
  • Menurut kalian, seperti apakah bentuknya?
  • Apakah posisi ginjal kiri dan kanan sama tinggi? Bisakah kalian jelaskan?
  • Kemanakah saluran ginjal bermuara?

Jika Anda lebih memilih pertanyaan alternatif pertama, berarti Anda sedang menggunakan kategori pertanyaan nonproduktif yang menuntut siswa untuk mencari jawabannya melalui sumber sekunder berupa buku. Akan tetapi, jika Anda bertanya dengan pertanyaan-pertanyaan alternatif kedua, berarti Anda sedang menggunakan pertanyaan produktif dan menggiring siswa untuk mengembangkan KPS dalam hal melakukan observasi atau pengamatan.

Melihat contoh pertanyaan produktif yang saya tuliskan di atas, rasanya dengan menggunakan pertanyaan produktif tidak akan ada lagi siswa yang merasa tidak cukup percaya diri untuk dapat menjawab pertanyaan gurunya, sehingga pembelajaran pun akan lebih menyenangkan dengan siswa-siswa pemberani di kelas Anda.


Adapun secara umum, Ratna Wilis Dahar mengemukakan beberapa peranan pertanyaan produktif dalam pembelajaran IPA. Peranan tersebut antara lain:

  • merangsang siswa berpikir;
  • mengetahui penguasaan konsep;
  • mengarahkan pada konsep
  • memeriksa ketercapaian konsep;
  • menimbulkan keberanian menjawab atau mengemukakan pendapat;
  • meningkatkan KBM; dan
  • memfokuskan perhatian siswa.

Benar bukan, pertanyaan produktif dapat melahirkan siswa 'pemberani'? Semoga bermanfaat ^.^

    • Digg
    • Del.icio.us
    • StumbleUpon
    • Reddit
    • RSS

    JENJANG ANALISIS (C4): Mengevaluasi Hubungan Antardata


    Tulisan saya kali ini masih terkait dengan Keterampilan Proses Sains (KPS), terutama aspek berkomunikasi. Dalam pembelajaran sains, banyak informasi/fakta yang tersaji tidak hanya dalam bentuk  uraian kalimat, akan tetapi sering juga ditemukan dalam bentuk grafik, tabel atau diagram. Untuk bisa memahami informasi/fakta yang tersaji dalam bentuk grafik, tabel atau diagram tersebut tentunya diperlukan keterampilan yang baik agar data yang ditampilkan bisa diterjemahkan menjadi sebuah informasi.
    Selama ini, keterampilan siswa untuk bisa meyajikan suatu informasi  ataupun membaca data dalam bentuk grafik, tabel atau diagram masih rendah. Hal itu saya ketahui dari beberapa hasil penelitian yang saya baca dari berbagai skripsi dengan tema penelitian yang senada. 

    Untuk membuktikan benar-tidaknya hal tersebut, ketika membahas konsep Frekuensi Pernapasan Manusia dalam BAB Sistem Pernapasan pada Manusia, kemampuan siswa dalam mengevaluasi hubungan antardata ini dapat diuji dengan aktivitas kelompok yang menyenangkan di dalam kelas.

    Sebelumnya, pancinglah siswa untuk menyebutkan hal-hal apa saja yang dapat mempengaruhi frekuensi pernapasan manusia, kemudian tuliskan di papan tulis. Setelah jawaban yang diharapkan dari siswa terpenuhi, buatlah tabel di  papan tulis dengan format sebagai berikut:


    Setelah semua siswa dalam kelompok mengisi kolom nama, umur, dan jenis kelamin, instruksikan siswa untuk secara bersama-sama menghitung denyut nadi ketika sedang duduk dan berdiri selama 1 menit. Sebenarnya, aktivitas ini bisa dilakukan berdasarkan kemandirian kelompok, hanya saja, hampir semua siswa dalam setiap kelas yang saya masuki tidak memiliki ataupun menggunakan jam tangan, sehingga saya harus membuat mereka bekerja secara serempak berdasarkan arahan waktu dari saya. Tapi, hal ini cukup menguntungkan karena dapat menghilangkan kemungkinan perbedaan waktu hitung untuk setiap kelompok yang dapat mempengaruhi jumlah denyut nadi. Berbeda satu detik saja, bisa berpengaruh, bukan?

    Menghitung denyut nadi dalam posisi duduk
    Menghitung denyut nadi dalam posisi berdiri

    Jika jumlah denyut nadi untuk posisi duduk dan berdiri selesai diisi, saatnya meminta mereka untuk berlari-lari kecil selama 1 menit. Setelah itu, hitunglah kembali denyut nadi, kemudian isikan ke dalam kolom kegiatan sesudah berlari.

    Siswa tampak berlari-lari kecil

    Sekarang, saatnya mereka mendiskusikan kesimpulan pengaruh masing-masing variabel yang ada pada tabel terhadap frekuensi pernapasan berdasarkan jumlah denyut nadi yang tercantum dalam tabel. Jika kemampuan mereka cukup baik dalam mengevaluasi hubungan antardata, maka akan didapatkan kesimpulan sebagai berikut.


    Frekuensi pernapasan merupakan jumlah udara yang keluar masuk ke paru-paru setiap kali bernapas. Pada umumnya, frekuensi pernapasan manusia setiap menitnya sebanyak 15-18 kali. Cepat atau lambatnya frekuensi pernapasan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya:
     
    Usia
    Semakin bertambahnya usia seseorang akan semakin rendah frekuensi pernapasannya. Hal ini berhubungan dengan energi yang dibutuhkan.

    Jenis kelamin
    Pada umumnya pria memiliki frekuensi pernapasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan wanita. Kebutuhan akan oksigen serta produksi karbondioksida pada pria lebih tinggi dibandingkan wanita.

    Posisi atau kedudukan tubuh 
    Frekuensi pernapasan ketika sedang duduk akan berbeda dibandingkan dengan ketika sedang duduk atau berdiri. Hal ini berhubungan erat dengan energi yang dibutuhkan oleh organ tubuh sebagai tumpuan berat tubuh.

    Aktivitas
    Seseorang yang aktivitas fisiknya tinggi akan membutuhkan lebih banyak energi daripada orang yang diam atau santai. Oleh karena itu, frekuensi pernapasan orang tersebut juga lebih tinggi.


    *) Suhu tubuh 
    Semakin tinggi suhu tubuh seseorang maka aka semakin cepat frekuensi pernapasannya, hal ini  berhubungan dengan penigkatan proses metabolism yang terjadi dalam tubuh.

    *) tambahan di luar tabel

    Apabila siswa sudah dapat menyimpulkan dengan baik seperti pada penjelasan di atas, Anda sepatutnya berbangga, karena tidak mudah untuk mendapatkan kesimpulan itu dari sejumlah data yang terdapat dalam sebuah tabel. Tapi jika tidak, itu merupakan pertanda bagi Anda untuk lebih ekstra membimbing mereka dalam menggali potensinya.

    Kebanggaan Anda juga harusnya semakin berlipat jika ada siswa yang mampu menganalisis data, mencari kemungkinan dari ketidaksesuaian antara fakta dengan teori. Misalnya: jika pada teori dikatakan pria memiliki frekuensi pernapasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan wanita, tetapi pada kenyataannya data berbicara lain, sesuai dengan nilai karakter yang positif, tentu saja mereka harus jujur. Akan tetapi, mereka juga harus mampu menjelaskan ketidaksesuaian itu. Seorang siswa saya menjawab, ketidaksesuaian itu terjadi karena kondisi kesehatan teman prianya sedang tidak fit. Senangnya, salah seorang siswa saya bisa 'membaca' harapan saya. Ternyata mereka bisa dengan diarahkan dan dibiasakan. 

    • Digg
    • Del.icio.us
    • StumbleUpon
    • Reddit
    • RSS

    PERTANYAAN SEPUTAR PENDIDIKAN BUDAYA DAN KARAKTER BANGSA

    Pada tulisan saya sebelumnya, saya pernah membahas beberapa hal yang berkaitan dengan pendidikan karakter secara umum. Kali ini saya ingin mengupas pendidikan karakter secara lebih spesifik berkaitan dengan rumpun mata pelajaran yang menjadi tanggung jawab saya yaitu IPA.

    Sekitar beberapa bulan yang lalu, sekolah kami yang termasuk dalam Rayon 3 Kabupaten Garut mendapatkan undangan untuk menghadiri workshop - menurut teman saya lebih tepat dikatakan sosialisasi - pendidikan karakter yang bertempat di SMP Negeri 1 Leuwigoong. Undangan tersebut mengharuskan sekolah mengirimkan satu orang guru untuk setiap rumpun mata pelajaran sebagai perwakilan. Untuk rumpun mata pelajaran IPA, diwakili oleh rekan saya yang background-nya fisika.

    Sepulangnya rekan saya dari 'workshop' tersebut, kami saling bertukar pikiran mengenai informasi-informasi yang ia dapatkan dari hasil kegiatan tersebut. Kemudian, rekan saya tersebut memberi saya beberapa copy-an kertas yang berisi contoh penyusunan silabus, RPP, dan peta nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa berdasarkan mata pelajaran. Berikut saya cantumkan peta nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa berdasarkan mata pelajaran yang menjadi awal dari kebingungan saya.

    PETA NILAI PENDIDIKAN BUDAYA DAN KARAKTER BANGSA 
    BERDASARKAN MATA PELAJARAN (IPA & PLH)


    Berdasarkan tabel di atas, setidaknya ada dua pertanyaan yang mengganjal saya hingga hari ini dan itu belum bisa terjawab melalui diskusi dengan teman serumpun, mengingat pihak yang berkapasitas untuk menjawab pertanyaan saya ini pastinya adalah fasilitator yang diamanahi untuk mensosialisakan pelaksanaan pendidikan budaya dan karakter bangsa.

    Pertanyaaan pertama yang muncul ketika saya melihat tabel ini adalah adanya poin skeptis. Dalam Encarta Dictionaries, yang dimaksud dengan skeptis adalah seseorang yang meragukan nilai kebenaran sesuatu. Entah nilai seperti apa persisnya yang diinginkan dari sikap skeptis ini dalam kerangka IPA, karena mengacu pada pengertian tadi, sikap skeptis bukanlah sikap yang positif. Saya tidak menyalahkan rekan saya yang tidak bisa menjawab pertanyaan saya, karena ternyata dia pun mempermasalahkan kata-kata skeptis ini, namun dia tak memiliki kesempatan untuk bertanya karena ternyata satu orang fasilitator harus memfasilitasi begitu banyak guru dalam ruangan yang berbeda-beda. Jadi, sampai saat ini saya belum berani mencantumkan kata-kata skeptis dalam silabus ataupun RPP yang saya susun dalam salah satu peta nilai di atas. Menurut

    Pertanyaan kedua adalah mengenai nilai saklek dari penggunaan keseluruhan kata yang berada pada peta nilai di atas. Dari beberapa contoh silabus dan RPP yang saya teliti, kata-kata tersebut sering ditulis secara langsung, sehingga maksud dari tujuan pembelajaran maupun kegiatan pembelajaran terlihat begitu eksplisit. Sebagai contoh, ketika mencantumkan tujuan kegiatan pembelajaran pada materi ekosistem, maka untuk menerapkan nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa, tujuan kegiatan pembelajaran dirumuskan seperti di bawah ini:
     
    "Siswa dapat mengidentifikasi satuan-satuan ekosistem di sekitarnya berdasarkan hasil pengamatan secara jujur dan teliti."

    Dari contoh di atas, kita tentu saja bisa langsung membaca karakter apa yang diharapkan dari peserta didik dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan. Tapi, apakah harus selalu eksplisit seperti itu? Bagaimana dengan rumusan tujuan pembelajaran yang saya tuliskan:

    "Siswa dapat menjelaskan pengertian pertumbuhan dan perkembangan dengan kata-kata sendiri."

    Walaupun saya tidak menuliskan secara jelas nilai karakter apa yang diharapkan, tapi melalui rangkaian kalimat "dengan kata-kata sendiri", secara implisit dapat diterka bahwa karakter yang diharapkan dari peserta didik dalam tujuan pembelajaran di atas adalah nilai intelektual mereka.

    Jujur saja, kebingungan saya ini menghambat pembuatan silabus maupun RPP. Saya jadi ragu-ragu dan cenderung malas untuk mengerjakannya. Mudah-mudahan saya bisa menemukan jawabannya.

    • Digg
    • Del.icio.us
    • StumbleUpon
    • Reddit
    • RSS

    KHASIAT BERBAGAI TANAMAN OBAT


    Dunia kedokteran tidak terlepas dari dunia farmasi (obat-obatan). Sayangnya, obat-obatan tersebut mengandung bahan kimia yang dapat memberikan efek samping negatif bagi tubuh disamping khasiatnya yang dapat menyembuhkan.
    Seiring dengan perkembangan zaman, semakin banyak orang yang mengetahui informasi tentang bahaya mengkonsumsi obat yang mengandung zat kimia tersebut. Oleh karena itu, banyak orang mulai beralih kepada pengobatan secara alami (back to nature) dengan menggunakan berbagai jenis tanaman obat.
    Di Indonesia, kurang lebih terdapat 7.000 jenis tanaman yang dapat dibuat dan dimanfaatkan untuk  penyembuhan suatu penyakit. Sayangnya, banyak orang yang tidak mengetahui manfaat dan khasiatnya. Padahal, tanaman tersebut ada di rumah dan biasa dilihat sehari-hari. Berikut ini adalah beberapa tanaman obat berkhasiat yang terdapat di sekitar kita:

    Daftar Pustaka:
    Nugraha, Yogie. 2008. Mengenal Apotek Hidup. Jakarta: CV Karya Mandiri Pratama.

    • Digg
    • Del.icio.us
    • StumbleUpon
    • Reddit
    • RSS

    ANALISIS SOAL DALAM HITUNGAN MENIT

    Setiap guru seringkali merasa kewalahan ketika dihadapkan pada tuntutan kelengkapan administrasi. Kali ini saya ingin membantu Anda untuk sedikit meringankan beban pekerjaan Anda, terutama dalam hal melakukan analisis soal. Berikut ini ada software yang dapat memudahkan Anda dalam melakukan analis soal hanya dalam hitungan menit. Mudah-mudahan bermanfaat :)


    • Digg
    • Del.icio.us
    • StumbleUpon
    • Reddit
    • RSS

    Let's Talk...

    Name :
    Web URL :
    Message :
    :) :( :D :p :(( :)) :x