RSS
English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

CATATAN-CATATAN ISLAMI FB: SMART PARENTING






Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki 

Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi

Jika anak dibesarkan dengan ketakutan, ia belajar gelisah

Jika anak dibesarkan dengan rasa iba, ia belajar menyesali diri 

Jika anak dibesarkan dengan olok-olok, ia belajar rendah diri 

Jika anak dibesarkan dengan iri hati, ia belajar kedengkian 

Jika anak dibesarkan dengan dipermalukan, ia belajar merasa bersalah 

Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri 

Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri 

Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai 

Jika anak dibesarkan dengan penerimaan, ia belajar mencintai 

Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi diri 

Jika anak dibesarkan dengan pengakuan, ia belajar mengenali tujuan 

Jika anak dibesarkan dengan rasa berbagi, ia belajar kedermawanan 

Jika anak dibesarkan dengan kejujuran dan keterbukaan, ia belajar kebenaran dan keadilan 

Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan 

Jika anak dibesarkan dengan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan 

Jika anak dibesarkan dengan ketentraman, ia belajar berdamai dengan pikiran

Pada dasarnya, setiap bayi yang lahir ke dunia adalah bibit juara ingat persaingan sperma untuk mampu membuahi telur kan? – meskipun kemudian saat tumbuh kembang, mengalami kondisi pengasuhan yang tidak ideal atau mengalami kegagalan tumbuh kembang akibat cacat fisik bawaan (autis, down syndrome, tunarungu-netra-daksa-wicara). Setiap orang tua harus mengangkat setiap penghalang yang memisahkan anak-anaknya dari kesempatan menemukan kekuatan dari kecerdasannya. 

Dijelaskan, kecerdasan seorang manusia begitu kompleks sehingga tidak terkait dengan kondisi fisik dan kondisi otak apalagi hasil tes standar. Sebaliknya, kecerdasan itu harus berkembang dengan berpijak pada landasan bahwa setiap orang punya DISCOVERING ABILITY, sehingga saat menemukan RIGHT PLACE, orang tersebut akan mampu menebarkan BENEFIT nyata yang berarti pada lingkungannya. 

Dari penjelasan di atas, perlu rasanya kita mendefinisi ulang tujuan orang tua mendidik anak-anaknya baik di sekolah maupun di rumah. Tujuan mendidik bukan hanya untuk menjadikan anak sebagai orang pintar yang nilai rapotnya gemilang, tetapi yang lebih utama adalah demi menjadikan anak-anak sebagai manusia yang kreatif dan mampu memecahkan setiap masalah sedini mungkin, digabung dengan penginstalan tauhid dan akhlak dalam agama saat membangun karakter mereka lewat pola asuh di rumah. Dengan demikian, kita boleh menaruh harapan besar, karena pada gilirannya mereka akan mampu menjadi generasi penerus yang bermanfaat bagi umat dan agamanya. 

Tahap perkembangan otak anak 0-21 tahun dibagi menjadi 3 periode penting yang di kutip dari hadits Rasulullah saw., sebagai berikut:
  • 7 tahun pertama: Biarkan anak bebas bermain, tidak boleh ada hukuman. Saat umur ini anak adalah RAJA yang tidak pernah salah.
  • 7 tahun kedua: Kenalkan anak pada hal baik dan buruk dalam budi pekerti; buat kesepakatan dengan anak. Beri pujian saat mereka berbuat baik dan beri hukuman (bukan hukuman tapi konsekuensi) saat mereka bertindak buruk atau diluar kesepakatan. Saat umur ini anak adalah PEMBANTU yang harus belajar menaati peraturan dan melaksanakan ketentuan.
  • 7 tahun ketiga: Beri anak kesempatan untuk mencari alternatif dan biarkan mereka memilih yang paling sesuai dengan dirinya. Saat umur ini anak adalah WAZIR/MENTERI yang harus bertanggung jawab terhadap tugas-tugas dan keputusannya.

“Biarkanlah anak-anak kalian BERMAIN dalam 7 tahun pertama, kemudian DIDIK dan BIMBINGLAH mereka dalam 7 tahun kedua. Sedangkan 7 tahun ketiga, jadikanlah mereka bersama kalian dalam MUSYAWARAH dan MENJALANKAN TUGAS.” (Muhammad Rasulullah saw.)

“Siapa di antara Anda selaku orangtua yang pernah menghukum anak di 7 tahun petama dengan kekerasan verbal maupun fisik?” Apabila 7 tahun pertama terlewati dengan cara yang SALAH, maka 7 tahun kedua orang tua akan banyak mengalami HAMBATAN dalam BERKOMUNIKASI dengan anaknya. Akibatnya, 7 tahun ketiga anak akan RENTAN dan TUMBUH jadi PRIBADI yang KEHILANGAN KEPERCAYAAN dan MORAL. Untuk menjauhkan orangtua dari kesalahan di masa mendatang, maka saat anak menjadi RAJA kecil penting bagi orang tua untuk selalu:
  • Membiarkan mereka bebas bertindak, memberi perintah, bermain, dan bersenang-senang.
  • Memberi perhatian dengan santun, penuh kasih sayang, dan kelembutan dalam tutur kata.
  • Memberi jawaban-jawaban positif untuk semua pertanyaan mereka.
  • Tidak memberikan disiplin yang keras dan kaku.
  •  Anak terdidik dengan mengambil contoh dari orang tua, keluarga, guru, dan lingkungannya.
  • Orang tua harus memastikan kebutuhan anaknya akan kebebasan senantiasa terpenuhi tanpa harus melupakan keamanan dan keselamatan mereka.
  • Menemani anak dengan kuantitas pertemuan yang memadai.

Untuk anak usia di bawah 7 tahun, sebaiknya jangan bicara kualitas tanpa kuantitas. Karena ada 4 spesial moment yang mereka butuhkan setiap hari dari keberadaan orang tuanya, yaitu:
  • Jadilah orang pertama yang dilihat anak kita saat mereka membuka mata di pagi hari.
  • Penting untuk selalu melepas kepergian mereka ke sekolah.
  • Anak juga membutuhkan orangtua ada saat mereka pulang dalam kondisi lelah.
  • Orangtua seharusnya jadi wajah terakhir yang ditatap anaknya sebelum mereka terlelap.

Apakah Anda sudah menyambut mereka dengan kata-kata penghiburan yang dapat mengurangi kepenatan tubuh dan pikiran mereka sepulang sekolah? Ataukah Anda termasuk orang tua yang hobi mengajukan kalimat standar: “Hari ini belajar apa..?” atau bahkan langsung bertanya: “Ada PR nggak?” sebelum mereka sempat duduk dan bersalin pakaian? Sungguh satu ungkapan yang tidak dibutuhkan otak anak. 

Berikut adalah pendapat pakar tumbuh kembang anak tentang masa Golden Age: 

99% masalah yang dialami anak Golden Age berasal dari kesalahan orangtua dan gurunya di sekolah formal. Rumah dan sekolah seperti penjara yang mengekang kebebasan anak untuk bertindak, beraktivitas dan bermain. Hitung berapa kali anda ucapkan 'Tidak' dan 'Jangan' pada anak! Sadarilah bahwa ungkapan ‘Tidak’ dan ‘Jangan’ tanpa penjelasan yang dapat ditangkap adalah penjara bagi anak. 

Mengharap anak di sekolah dan di rumah turut perintah guru dan orangtua untuk selalu tenang dan diam adalah sebuah kesalahan besar. Ingat lagu: “Tangan ke atas, tangan ke samping..”? Itu adalah sebuah cara pemasungan otak anak. Materi ini memang ditekankan untuk memperbaiki pola asuh dan pendidikan anak Golden Age, agar tahapan berikutnya dapat terlewati dengan lebih mulus

Timbul kemudian pertanyaan dari orang tua, seperti halnya penulis yang sudah bertindak ‘bodoh’ pada anak di tahap ini. Meminta maaf pada anak dan selalu mengutamakan sikap, perkataan, dan contoh yang positif. menjadi solusinya. Tetapi, karena berdalih untuk 'menebus' kesalahan, jangan kemudian justru memanjakan anak di atas 7 tahun. Tetap lanjut sesuai tahapan berikutnya. Semoga bermanfaat bagi para orang tua.

MY VIEW

Mungkin Anda bertanya, mengapa saya memposting tulisan di atas pada blog saya? Selama saya mengajar, dan bahkan menjadi wali kelas, banyak hal yang saya hadapi berkaitan dengan permasalahan anak. Anak yang bermasalah biasanya datang dari keluarga yang broken home. Perlu Anda ketahui bahwa saya mengajar di sekolah yang kebanyakan kedua orangtuanya sudah bercerai. Ada dua faktor pemicu yang secara umum menyebabkan perceraian tersebut. Pertama, pernikahan di usia muda - saat kematangan emosional belum stabil - dan kedua adalah keadaan ekonomi yang memaksa salah satu dari orangtua mereka mencari nafkah dengan menjadi TKI.

Akibat perceraian tersebut, anak menjadi merasa kurang diperhatikan sehingga berbuat hal-hal yang rencananya ditujukan untuk menarik perhatian orangtua mereka. Sayangnya, hal-hal yang dilakukan tersebut bukanlah hal yang positif. Saya tidak perlu menyebutkan satu per satu kasus yang dilakukan oleh anak-anak didik saya. Satu yang pasti, beberapa kasus sampai membuat saya merasa begitu terperangah. 

Singkatnya, tulisan di atas merupakan peringatan bagi saya sebagai seorang guru – sosok orangtua di sekolah – untuk lebih memahami kondisi psikologis mereka dan mendidik siswa-siswi saya dengan cara yang benar. Selain itu, tulisan di atas juga merupakan bahan referensi jika suatu saat kelak saya menjadi orangtua :P

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

1 komentar:

IB mengatakan...

Thx, infonya :D

Posting Komentar

Let's Talk...

Name :
Web URL :
Message :
:) :( :D :p :(( :)) :x